1.
A. Latar belakang
A. Latar belakang
Sejalan dengan tema yangsuatu
oeradaban yang besar. Yang dimana peradaban itu pastilah didapat dari suatu
aksi yang tereaksi atau dalam kesadaran yang dapat mewujudkan suatu bent
diberikan diatas, kami selaku pemateri memandang bahwasanya filsafat itu yang
disebutkan sebagai hikmah didalam Al-Qur’an itu menimbulkan uk kebudayaan yang
mencerminkan sikap dan keadaan suatu masyarakat.
Perkembangan teori filsafat di
Indonesia yang selama ini telah dipelajari oleh masyarakat, telah menjadikan
semakin luasnya pemahaman setiap individu yang khususnya bagi yang
mempelajarinya. Menurut kami segala bentuk aspirasi dan pemikiran masyarakat
Indonesia selalu terhambat dalam tumbuh kembangnya baik dari ilmu pengetahuan
sosial budaya dan sebagainya.
Ditambah dengan sejarah
kebangsaan Indonesia yang hanya digunakan untuk kepentingan politik dan
kekuasaan sehingga menghasilkan masyarakat yang cenderung subjektif. Peradaban
yang diperoleh melalui sepanjang sejarah memiliki arti penting bagi pertumbuhan
masyarakat.
Pembahasan
Pengertian filsafat
Istilah ‘filsafat’ secara
etimologis merupakan padanan kata falsafah (Arab) dan philosophy (Inggris) yang
berasal dari bahasa Yunani (philosophia). Yang mana kata filsafat ini merupakan
kata majemuk dari kata philo dan shopia yang mana artinya ialah philo adalah
cinta dan shopia adalah kebijaksanaan, atau hikmah. Sehingga dapat diartikan
bahwasannya filsafat adalah cinta kebijaksanaan.
Filsafat mempunyai sistematika
dan sistem filsafat antara lain ontologi, epistimologi dan, aksiologi.
Ontologi menurut aristoteles,
merupakan ilmu yang menyelidiki hakekat sesuatu dan disamakan artinya dengan
manifestasi suatu teori tentang hakekat ada, keberadaan, atau eksistensi, pada
awal pemikiran manusia.
Epistimologi ialah bidang
filsafat yang menyelidiki, meneliti asal sumber, susunan, batas, dan validitas
serta peroses dan syarat terjadinya ilmu pengetahuan. Maka epistimologi dapat
disebut ilmu tentang ilmu, atau teori terjadinya ilmu.
Dan aksiologi merupakan suatu
istilah yang berasal dari bahasa yunani, yang berarti nilai. Aksiologi adalah
bidang filsafat yang menyelidiki pengertian makna nilai, sumber nilai, jenis,
tingkatan, dan hakekat nilai secara patut.
Filsafat di Indonesia tidak
lepas dari pengaruh agama-agama dan kebudayaan-kebudayaan yang masuk ke
Indonesia. Ini dapat dilihat dari peninggalan kerajaan-kerajaan hindu pada
waktu itu. Pengaruh pemikiran hindu ini terutama datang dari india, china. Yang
mana filsafat ini memiliki pandangan sebagai berikut.
Filsafat india
Filsafat India termasuk
filsafat tertua setelah filsafat barat dan filsafat cina. Alam pemikiran India
lebih mendekati arti philosophia itu sendiri, yakni ajaran hidup yang bertujuan
untuk memaparkan bagaimana orang dapat mencapai kebahagiaan yang kekal. Alam
pikiran India boleh dikatakan “Magic Religius” dan karena itulah filsafat ini
berkembang pada saat itu. Tidak mencakup dalam bidang ilmu saja, tetapi juga
suatu faktor penting dalam usaha pembebasan diri.
Bagus takwin (2003: 38),
menguraikan bahwa; Awal mula Hindu tidak lepas dari agama Hindu, atau lebih
luas lagi Hinduisme. Hinduisme adalah sebuah nama yang menaungi berbagai agama
dan sebuah nama agama yang berbeda bernaung di bawahnya. Pada dasarnya
Hinduisme merupakan suatu kepercayaan satu kepercayaan monetheistik. Percaya
hanya pada satu Tuhan. Hinduisme dikenal juga sebagai Sanathana
Dharma, yang berarti “kebajikan” Filsafat Cina adalah salah satu dari
filsafat tertua di dunia dan dipercaya menjadi salah satu filsafat dasar dari
tiga filsafat dasar yang mempengaruhi sejarah perkembangan filsafat dunia,
disamping filsafat India dan filsafat Barat. Filsafat Cina sebagaimana filsafat
lainnya dipengaruhi oleh kebudayaan yang berkembang dari masa ke masa.
Ada tiga tema pokok sepanjang
sejarah filsafat cina, yakni harmoni, toleransi dan perikemanusiaan. Selalu
dicarikan keseimbangan, harmoni, suatu jalan tengah antara dua ekstrem: antara
manusia dan sesama, antara manusia dan alam, antara manusia dan surga.
Toleransi kelihatan dalam
keterbukaan untuk pendapat-pendapat yang sama sekali berbeda dari
pendapat-pendapat pribadi, suatu sikap perdamaian yang memungkinkan pluralitas
yang luar biasa, juga dalam bidang agama. Kemudian pada perikemanusiaan,
pemikiran Cina lebih antroposentris daripada filsafat India dan filsafat Barat.
Manusia-lah yang selalu merupakan pusat filsafat Cina. Ketika kebudayaan Yunani
masih berpendapat bahwa manusia dan dewa-dewa semua dikuasai oleh suatu nasib
buta (“Moira”), dan ketika kebudayaan India masih mengajar bahwa kita di dunia
ini tertahan dalam roda reinkarnasi yang terus-menerus, maka di Cina sudah
diajarkan bahwa manusia sendiri dapat menentukan nasibnya dan tujuannya.
Filsafat Cina
Dalam memahami asal mula Filsafat Cina, ada 3 hal yang perlu
diketahui. Pertama, filsafat adalah sebuah usaha sadar untuk
memformulasikan pandangan-pandangan dan nilai-nilai sebagai ekspresi dari
keyakinan fundamental sekelompok orang. Karenanya filsafat tidak dapat
dilepaskan dari latar belakang budaya dan tradisi kelompok tersebut.
Dalam hal ini adalah bahasa, seni, literatur, dan agama. Yang kedua,
filsafat sebagai sebuah aktivitas yang berkelanjutan haruslah dipandang sebagai
sesuatu yang muncul dari aktivitas praktis kehidupan yang berfokus pada
pemecahan masalah tentang pengetahuan yang benar, pemahaman asali, dan
penghargaan yang wajar atas berbagai masalah kehidupan, entah secara individu
ataupun sosial. Yang ketiga adalah lebih berupa
konstruksi-konstruksi teoretis sebagai hasil pemikiran filosofis ataupun
kegiatan kultural dari suatu kelompok orang/masyarakat (Fung
Yu-Lian,2007:5) .
Filsafat Cina dikenal terbagi menjadi beberapa bagian,
bagian-bagian tersebut adalah:
1. Konfusius
Ulasan yang lebih detail tentang kehidupaan Confusius
adalah biografi yang terangkum dalam bab empat puluh tujuh Shih Chi atau Historical
Records (sejarah dinasti Cina pertama, lengkap ca. 86 SM). Dari
riwayat hidupnya ini, bisa didiperoleh ide bahwa ajaran-ajaran Konfusius lahir
atas keprihatinannya akan situasi sosial dan politik pada saat itu. Bagi
Konfusius kekacauan itu timbul karena Li kehilangan jiwanya.
Untuk menghidupkan kembali Li berarti menghidupkan kembali
ritual dan musik denngan pendasaran pada Ren. Seperti kita
ketahui, Konfusiuslah yang mengambil kitab klasik dinasti Zhou keluar dari
tempat penyimpanannya dan membeberkannya di depan umum. Konfusius pulalah yang
mengubah aneka tata cara dan upacara serta kebiasaan feudal menjadi suatu
sistem etika. Konfusius berjuang tanpa kenal lelah sepanjang hidupnya untuk
membangun dan memelihara suatu masyarakat yang tertib dan teratur dengan terus
menerus menekankan pentingnya hubungan antara manusia atas dasar doktrin ren.
Ren, adalah gagasan
sentral dari Konfusianisme yang juga merupakan kelanjutan yang lebih jernih
dari gagasan yang hidup sebelum jaman Konfusius. Ren bisa dipahami sebagai: kebaikan
hati ataupun kasih antar manusia. Kebaikan ini adalah hakikat terdalam manusia
yang membuat unsur lain (dalam hidupnya) menjadi mungkin. Menurut Konfusius
‘ren’ adalah sesuatu di dalam diri yang membuat seseorang sungguh-sungguh
manusia. Sedangkan Li mengandung arti ‘tatacara dan
upacara keagamaan’, tetapi Konfusianisme memberi arti lebih luas dari pada
sekedar ritus dan ritual, yaitu, segala sesuatu yang terkait pada tindakan
tepat manusia, dan Xiao merujuk pada tindakan antar manusia
yang menumbuhkan ‘ren’ yang juga berarti “hormat bakti yang muda terhadap yang
lebih tua”.
2. Taoisme.
Taoisme diajarkan oleh Lao Tse (“guru tua”) yang hidup sekitar
550 S.M. Lao Tse melawan Konfusius. Menurut Lao Tse, bukan “jalan manusia”
melainkan “jalan alam”-lah yang merupakan Tao. Tao menurut Lao Tse adalah
prinsip kenyataan objektif, substansi abadi yang bersifat tunggal, mutlak dan
tak-ternamai. Ajaran Lao Tse lebih-lebih metafisika, sedangkan ajaran Konfusius
lebih-lebih etika. Puncak metafisika Taoisme adalah kesadaran bahwa kita tidak
tahu apa-apa tentang Tao (Abu Ahmad,1975: 157).
3. Mencius
dan Xunzi
Konfusianisme bermula dari ajaran Konfusius, tetapi kemudian dibangun dan
dikembangkan oleh Mencius dan Xunzi. Seperti Konfusius, Mencius mendasarkan
ajarannya pada Ren, tapi ia menyatakan bahwa untuk membina Ren harus
dikembangkan yi atau kebaikan. “Yang disimpan dalam hati adalah ren, yang
dipakai dalam tindakan adalah yi.” Jadi, ren adalah prinsip tepat untuk
mengawasi gerak internal, sedangkan yi adalah cara tepat untuk membimbing
tindak eksternal. Lebih lanjut lagi, Ia menekankan Sistem Keluarga yang
diungkap Confusius; yaitu sistim masyarakat Tionghoa, ada 5 jenis hubungan
yaitu Raja-Menteri, Ayah-Anak, Suami-Istri, Kakak-Adik, teman-teman.
4. Mohisme
Adapun perbedaan pendapat anatara konfusianis dan mohis adalah
sebagai berikut: Para Konfusianis mementingkan relasi yang tepat (Lǐ), tanpa
memikirkan keberuntungan. Dari segi moral atau pendirian, para Konfusianis
mengutamakan kebenaran dan kemurnian, tanpa menghitung keberhasilannya.
Penganut Mo Tzŭ lebih pragmatis. Mereka mengutamakan secara khusus
keberuntungan (Lì) dan pencapaian (Kung).
Dengan demikian, tolok ukur kebenaran sebuah prinsip menurut Mo
Tzŭ adalah seberapa besar keberuntungan yang diberikan kepada negara dan rakyat
jelata. Segala sesuatu harus berguna, dan semua prinsip harus bisa
diaplikasikan supaya menyumbang sesuatu nilai secara mandiri. Maka sesuatu
prinsip yang tidak bisa diejawantahkan nilainya, ataupun tidak bisa diajarkan
secara efektif kepada manusia lain untuk mengejawantahkan nilainya, hanya rasio
belaka. Tetapi pendirian Mo Tzŭ ini bertabrakan dengan idealisme Konfusianis,
yang mengutamakan pembentukan moralitas yang mendukung tindakan seseorang,
supaya bertindak mengikut apa yang benar, dan bukan mengikut apa yang lebih
memanfaatkan.
5. Daoisme
Lao Zi dan pengikutnya menduga bahwa ada yang salah dalam
hakekat masyarakat dan peradabannya. Mereka menganjurkan rakyat Cina untuk
membuang semua pranata dan konvensi yang ada. Mereka percaya bahwa manusia yang
dulu mempunyai suatu surga kemudian hilang karena kekeliruannya sendiri, yaitu
karna ia mengembangkan peradaban. Menurut Lao Zi dan pengikut
pengikutnya, cara terbaik untuk hidup adalah menarik diri dari
peradaban dan kembali kepada alam, dari keadaan beradab ke keadaan alami.
Inilah jalur pemikiran naturalistic yang dikenal sebagai Daoisme yang
menjunjung tinggi Dao dan alam.
Chuang Tzu memandang Dao sebagai totalitas dari spontanitas
segala sesuatu di alam semesta ini. Semua hal harus dibiarkan berkembang
sendiri, secara alami dan spontan, Akan tetapi Yang Tzu berpendapat bahwa Dao
adalah suatu kekuatan fisis yang buta. Dao menghasilkan dunia tidak atas dasar
perencanaan atau kehendak, tetapi atas dasar keniscayaan atau kebetulan.
Pendapat ini merupakan pendapat yang mewakili kaum materialistic Daoisme.
Apapun perbedaannya, ajaran ajaran mereka menekankan bahwa manusia harus cocok
dan serasi dengan kodratnya dan puas dengan apa adanya
6. Neo
Konfusianisme
Neo-Konfusianisme adalah bentuk Konfusianisme yang
terutama dikembangkan selama Dinasti Song, tetapi
aliran ini mulai nampak ke permukaan sudah sejak zaman dinasti Tang lewat
Han Yu dan Li ao. Mereka membuka cakrawala baru Neo-Konfusianisme, yaitu
dimensi kosmologis dalam refleksi mereka. Zhou Dunyi merupakan tokoh yang tak
boleh dilupakan. Kosmologi Zhou Dunyi merupakan pengembangan butir-butir ajaran
Apendiks dari Kitab Yi Jing dan dia memakai diagram daois untuk ilustrasi dan
membentuk ‘Tai Ji Tu dan Tai JI Shuo-nya. Selain Zhou Dunyi masih ada Shao Yong
(kosmologis lain yang mengembangkan ajarannya berdasar juga Apendiks dari Kitab
Yi Jing. Bedanya dengan Zhuo dia memakai 64 hexagram Yi Jing). Sementara Zhang
Zhai (kosmologis lain yang juga mengembangkan ajarannya berdasar juga Apendiks
dari Kitab Yi Jing. Namun dia menekankankan dan mengolah lebih jaug gagasan
Qi). Mewarisi ‘ke-satu-an’ dari segala dari Zhang Cai, itu yang dikembangkan
Cheng Hao menjadi filsafatnya. Ren = rangkuman dari: Yi, Li, Zhi dan Xin,
pahami itu dan tempa-tumbuhkan dengan ketulusan dan kecermatan, itulah
segalanya. Secara metafisis ada kesatuan antara semua yang ada. Gagasan
tersebut kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Lu Jiuyuan dan Wang Yangming
yang pada akhirnya membentuk sekolah Lu wang (Fung Yu-Lian,2007:54-56).
Perkembangan Awal Filsafat Cina
Berdasarkan penemuan arkeologis, Cina Kuno itu sudah ada sebelum periode Neolitik (5000 SM) baik di sebelah timur laut dan barat laut. Pada periode tersebut, kehidupan komunitas suku berpusat pada penyembahan dewa-dewa leluhur dan dewa-dewa alam. Yang dikenal pada periode ini adalah budaya Yangshao, Dawenko, Liangche, Hungsan, benda-benda yang dikeramatkan dan tempat penyembahan.
Pada masa budaya Lungshan (2600 SM-2100 SM), yakni pada saat Raja Yao dan Shun memerintah, kebudayaan Cina yang berpusat pada pengorbanan yang ditujukan bagi roh-roh alam dan nenek moyang tersebar ke daerah Henan, Shandong dan Hubei. Mereka terintegrasi dalam sebuah keadaan politis yang tersatukan, Xia. Ada juga tentang praktek li (ritual) dalam bentuk penghormatan kepada nenek moyang sejak awal sebagaimana diterangkan dalam Period of Jade.
Tradisi pemikiran filsafat di Cina bermula sekitar abad ke-6 SM pada masa pemerintahan Dinasti Chou di Utara. Kon Fu Tze, Lao Tze, Meng Tze dan Chuang Tze dianggap sebagai peletak dasar dan pengasas filsafat Cina. Pemikiran mereka sangat berpengaruh dan membentuk ciri-ciri khusus yang membedakannya dari filsafat India dan Yunani. Pada masa hidup mereka, negeri Cina dilanda kekacauan yang nyaris tidak pernah berhenti. Pemerintahan Dinasti Chou mengalami perpecahan dan perang berkecamuk di antara raja-raja kecil yang menguasai wilayah yang berbeda-beda. Sebagai akibatnya rakyat sengsara, dihantui kelaparan dan ratusan ribu meninggal dunia disebabkan peperangan dan pemberontakan yang bertubi-tubi melanda negeri. Tiadanya pemerintahan pusat yang kuat dan degradasi moral di kalangan pejabat pemerintahan mendorong sejumlah kaum terpelajar bangkit dan mulai memikirkan bagaimana mendorong masyarakat berusaha menata kembali kehidupan sosial dan moral mereka dengan baik.
Kaum bangsawan terpelajar ini telah tersingkir dari kehidupan politik dan pemerintahan, karena pada saat negeri dilanda kekacauan dan perang yang diperlukan ialah para jenderal dan pengambil kebijakan politik. Dinasti Chou sendiri telah lebih satu abad memerintah negeri Cina. Pemerintahan mereka semula berjalan baik, tindakan hukum berjalan sebagaimana diharapkan dan ketertiban telah terbangun dengan baik. Dinasti Chou berhasil membangun tradisi pemikiran Cina yang selama berabad-abad mempengaruhi pemikiran orang Cina. Misalnya kebiasaan menghormati leluhur dengan melaksanakan berbagai upacara keagamaan dan kegemaran akan sejarah masa lalu.
Dalam upaya untuk mendapat legitimasi atas kekuasaannya Dinasti Chou menafsirkan kembali sejarah Cina. Misalnya saja penaklukan yang dilakukannya atas dinasti sebelumnya, Shang, dikatakan sebagai amanat dari dewa-dewa yang bersemayam di Kayangan. Penguasa dinasti Shang dikatakan telah banyak melakukan kejahatan di bumi sehingga tidak direstui oleh leluhur mereka, dan dewa-dewa di Kayangan membencinya serta memberikan mandat kepada penguasa Dinasti Chou untuk menggantikannya sebagai pemegang tampuk pemerintahan.
Dalam perkembangan selanjutnya ternyata penyelenggaraan upacara-upacara menghormati leluhur itu lebih merupakan pemborosan. Sering sebuah upacara dilakukan secara berlebihan untuk memamerkan kekayaan dari keluarga yang menyelenggarakannya. Pemerintah pusat dan penguasa wilayah berlomba-lomba memungut pajak yang tinggi, memeras rakyat dan menggiring mereka melakukan kerja paksa. Para bangsawan, jenderal dan pejabat berlomba-lomba melakukan korupsi dan penyelewengan, menimbun harta dan kekuasaan. Mereka saling menghasut sehingga perpecahan tidak bisa dihindari lagi dan peperangan silih berganti muncul antara penguasa wilayah yang satu dengan penguasa yang lain.
Dilatarbelakangi keadaan seperti itu filsafat Cina lebih banyak memusatkan perhatian pada persoalan politik, kenegaraan dan etika. Kecenderungan inilah yang membuat filsafat Cina memiliki ciri yang berbeda dari filsafat India, Yunani dan Islam.
Berbeda dengan filsafat Yunani, filsafat Cina Kuno memandang soal perubahan dan transformasi sebagai sebuah sifat dunia yang tidak bisa direduksikan lagi, termasuk di dalamnya benda-benda dan manusia itu sendiri. Ada perbedaan yang mencolok antara Filsafat Cina dengan filsafat Barat. Filsafat Cina menekankan pada perubahan, becoming, waktu dan temporalitas, dan tidak hanya membedakan metafisika Cina tentang realitas dan alam dari trend utama tradisi filsafat Barat tetapi juga dari orientasi filsafat India.
Bagi para filsuf Cina, pengalaman akan perubahan dalam dunia justru membuat mereka masuk dalam alam dunia yang sejati dan dalam diri manusia sendiri. Di dalamnya, ada kemungkinan bagi terjadinya perkembangan, transformasi, interaksi dan integrasi.
Ciri Ciri Filsafat Cina
Pertama-tama karena masalah
politik dan pemerintahan merupakan masalah sehari-hari yang tidak dapat
dihindarkan, maka filsafat Cina berkecendrungan mengutamakan pemikiran praktis
berkenaan masalah dan kehidupan sehari-hari. Dengan perkataan lain ia cenderung
mengarahkan dirinya pada persoalan-persoalan dunia.
Para ahli sejarah pemikiran
mengemukakan beberapa ciri yang muncul akibat kecenderungan tersebut, Pertama,
dalam pemikiran kebanyakan orang Cina antara teori dan pelaksanaannya tidak
dapat dipisahkan. Dengan demikian pemikiran spekulatif kurang mendapat tempat dalam
tradisi filsafat Cina, sebab filsafat justru lahir karena adanya berbagai
persoalan yang muncul dari kehidupan yang aktual.
Kedua, secara umum filsafat
Cina bertolak dari semacam ‘humanisme’. Tekanannya pada persoalannya
kemanusiaan melebihi filsafat Yunani dan India. Manusia dan perilakunya dalam
masyarakat dan peristiwa-peristiwa kemanusiaan menjadi perhatian utama sebagian
besar filosof Cina.
Ketiga, dalam pemikiran filosof
Cina etika dan spiritualitas (masalah keruhanian) menyatu secara padu. Etika
dianggap sebagai intipati kehidupan manusia dan sekaligus tujuan hidupnya. Di
lain hal konsep keruhanian diungkapkan melalui perkembangan jiwa seseorang yang
menjunjung tinggi etika. Artinya spiritualitas seseorang dinilai melalui moral
dan etikanya dalam kehidupan sosial, kenegaraan dan politik. Sedangkan inti
etika dan kehidupan sosial ialah kesalehan dan kearifan.
Keempat, meskipun menekankan
pada persoalan manusia sebagai makhluk sosial, persoalan yang bersangkut paut
dengan pribadi atau individualitas tidak dikesampingkan. Namun demikian secara
umum filsafat Cina dapat diartikan sebagaoi ‘Seni hidup bermasyarakat secara
bijak dan cerdas’. Kesetaraan, persamaan dan kesederajatan manusia mendapat
perhatian besar. Menurut para filosof Cina keselerasan dalam kehidupan sosial
hanya bisa dicapai dengan menjunjung tinggi persamaan, kesetaraan dan
kesederajatan itu.
Kelima, filsafat Cina secara
umum mengajarkan sikap optimistis dan demokratis. Filosof Cina pada umumnya
yakin bahwa manusia dapat mengatasi persoalan-persoalan hidupnya dengan menata
dirinya melalui berbagai kebijakan praktis serta menghargai kemanusiaan. Sikap
demokratis membuat bangsa Cina toleran terhadap pemikiran yang anekaragam dan
tidak cenderung memandang sesuatu secara hitam putih.
Keenam, agama dipandang tidak
terlalu penting dibanding kebijakan berfilsafat. Mereka menganjurkan masyarakat
mengurangi pemborosan dalam penyelenggaraan upacara keagamaan atau penghormatan
pada leluhur.
Ketujuh, penghormatan terhadap
kemanusiaan dan individu tampak dalam filsafat hukum dan politik. Pribadi
dianggap lebih tinggi nilainya dibanding aturan-aturan formal yang abstrak dari
hukum, undang-undang dan etika. Dalam memandang sesuatu tidak berdasarkan
mutlak benar dan mutlak salah, jadi berpedoman pada relativisme nilai-nilai.
Kedelapan, dilihat dari sudut
pandang intelektual, Para filosof Cina berhasil membangun etos masyarakat Cina
seperti mencintai belajar dan mendorong orang gemar melakukan penelitian
mendalam atas segala sesuatu sebelum memecahkan dan melakukan sesuatu.
Demikianlah pengetahuan dan integritas pribadi merupakan tekanan utama filsafat
Cina. Aliran pemikiran, teori dan metodologi apa saja hanya bisa mencapai
sasaran apabila dilaksanakan oleh seseorang yang memiliki pengetahuan luas dan
integratitas pribadi yang koKOH.
Sejarah masuknya agama hindu,
budha ke indonesia
Sejarah Lahirnya Paham Animisme
dan Dinamisme Keberadaan paham atau aliran animisme dan dinamisme ini tidak
terlepas dari sejarah bangsa Indonesia. Sebagaimana telah diketahui bersama
bahwa Hindu dan Budha telah hadir lebih awal dalam peradaban nusantara.
Masyarakat kita telah mengenal kedua agama budaya daripada agama Islam.
Namun, sebelumnya ada periode
khusus yang berbeda dengan zaman Hindu-Budha. Masa itu adalah masa pra-sejarah.
Zaman ini disebut sebagai zaman yang belum mengenal tulisan. Pada saat itu,
masyarakat sekitar hanya menggunakan bahasa isyarat sebagai alat komunikasi.
Perkataan dinamisme berasal
dari bahasa Yunani, yaitu dunamos, sedangkan dalam bahasa
Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia dengan arti kekuatan, daya, atau kekuasaan. Definisi dari dinamisme
memiliki arti tentang kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang
diyakini memiliki kekuatan ghaib.
Dalam Ensiklopedi umum, dijumpai
defenisi dinamisme sebagai kepercayaan keagamaan primitif yang ada pada zaman
sebelum kedatangan agama Hindu di Indonesia. Dinamisme disebut juga dengan
nama preanimisme, yang mengajarkan bahwa tiap-tiap benda atau
makhluk mempunyai daya dan kekuatan.
Maksud dari arti tadi adalah
kesaktian dan kekuatan yang berada dalam zat suatu benda dan diyakini mampu
memberikan manfaat atau marabahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api,
batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau bahkan manusia sendiri.
Dinamisme lahir dari rasa
kebergantungan manusia terhadap daya dan kekuatan lain yang berada di luar
dirinya. Setiap manusia akan selalu merasa butuh dan harap kepada zat lain yang
dianggapnya mampu memberikan pertolongan dengan kekuatan yang dimilikinya.
Manusia tersebut mencari zat lain yang akan ia sembah yang dengannya ia merasa
tenang jika ia selalu berada di samping zat itu.
Kata “Hindu” berasal dari kata
Sanskerta Sindhu (Dewanagari: सिन्धु). Dalam bahasa Persia abad pertengahan, “Hindo”
merujuk kepada kata Avestan kuno Hendava (Sanskerta: Saindhava), yang berartipenghuni
sungai Sindhu. Penggunaan kata “Hindu” untuk “Sindhu”, merujuk kepada
orang-orang yang tinggal dekat dengan sungai Sindhu atau di sepanjang sungai
tersebut. Daratan di aliran sungai tersebut kemudian dikenal sebagai
“Hindostan” (Persia modern: Hindustan). Agama bangsa India (disalah ucapkan
sebagai Hindu) kemudian dikenal sebagai “agama Hindu” oleh bangsa lain, karena
bangsa India tidak memiliki sebuah istilah untuk praktek keagamaan mereka yang berbeda-beda.
Mungkin juga kata “Hindu” berasal dari istilah yang biasa digunakan di antara
umat Hindu sendiri, dan diserap oleh bahasa Yunani sebagai Indos dan Indikos
(“bangsa India”), ke dalam bahasa Latin sebagai Indianus.
Seorang Hindu (Dewanagari: हिन्दू)
adalah penganut filsafat dan sastra-sastra agama Hindu, sebuah sistem
keagamaan, filsafat dan budaya yang berasal dari anakbenua India. Kurang
lebih ada 920 juta pengikut agama Hindu di dunia, atau 13,5% penduduk dunia
menganut agama Hindu, sehingga agama Hindu menjadi agama terbesar ketiga di
dunia, setelah agama Kristen dan Islam. Sekitar 890 juta orang Hindu tinggal di
India, sedangkan sisanya menyebar ke negara-negara lain.
Negara-negara dengan penduduk
Hindu yang cukup banyak antara lain Afrika Selatan, Bangladesh, Belanda, Fiji,
Guyana, Inggris, Indonesia, Kanada, Malaysia, Mauritius, Myanmar (Burma),
Nepal, Singapura, Sri Lanka, Suriname, Trinidad dan Tobago. Sejarah agama
Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya sang Buddha Siddharta
Gautama. Adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di
dunia. Selama masa ini, agama ini sementara berkembang, unsur kebudayaan India
ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia
Timur dan Asia Tenggara.
Dalam proses perkembangannya
ini, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia. Sejarah agama
Buddha juga ditandai dengan perkembangan banyak aliran dan mazhab, serta
perpecahan-perpecahan. Yang utama di antaranya adalah aliran tradisi Theravada
, Mahayana, dan Vajrayana (Bajrayana), yang sejarahnya ditandai dengan masa
pasang dan surut.
Kehidupan Buddha
Menurut tradisi Buddha, tokoh
historis Buddha Siddharta Gautama dilahirkan dari klan Sakya pada awal masa
Magadha (546–324 SM), di sebuah kota, selatan pegunungan Himalaya yang bernama
Lumbini. Sekarang kota ini terletak di Nepal sebelah selatan. Beliau juga
dikenal dengan nama Sakyamuni (harafiah: orang bijak dari kaum Sakya”).
Setelah kehidupan awalnya yang
penuh kemewahan di bawah perlindungan ayahnya, raja Kapilavastu (kemudian hari
digabungkan pada kerajaan Magadha), Siddharta melihat kenyataan kehidupan
sehari-hari dan menarik kesimpulan bahwa kehidupan nyata, pada hakekatnya
adalah kesengsaraan yang tak dapat dihindari. Siddharta kemudian meninggalkan
kehidupan mewahnya yang tak ada artinya lalu menjadi seorang pertapa. Kemudian
ia berpendapat bahwa bertapa juga tak ada artinya, dan lalu mencari jalan
tengah (majhima patipada ?). Jalan tengah ini merupakan sebuah kompromis antara
kehidupan berfoya-foya yang terlalu memuaskan hawa nafsu dan kehidupan bertapa
yang terlalu menyiksa diri.
Filsafat Islam
Islam berasal dari kata salam yang terutama
berarti “damai” dan juga berarti “menyerahkan diri”, maka keseluruhan
pengertian yang dikandung nama ini adalah “kedamaian sempurna yang terwujud
jika hidup seseorang diserahkan kepada Allah”. Kata sifat yang berkenaan dengan
ini adalah Muslim (Huston, 2004:254).
Filsafat Islam digolongkan ke dalam filsafat timur karena lebih
dominan sifatnya yang menunjukkan idealisme seperti umumnya filsafat-filsafat
yang muncul di dunia timur, seperti Cina dan India. Filsafat timur ini yang
memiliki aliran idealisme utamanya bercirikan bersifat spiritual, esensinya
adalah dengan berfikir. Juhaya (2008:125) mengungkapkan bahwa kata idealis itu
dapat mengandung beberapa pengertian, antara lain:
Seseorang yang menerima ukuran moral yang tinggi, estetika, dan
agama serta menghayatinya.
Orang yang dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau
program yang belum ada.
Memang pada filsafat-filsafat yang lahir di dunia timur,
kebanyakan lebih mengutamakan sisi spiritual, dalam arti nilai-nilai keagamaan
memang kerap mewarnai prinsip-prinsip dalam filsafat timur. Dalam prinsip
filsafat timur ini pada perilaku manusia adalah digerakkan oleh nilai dan norma
sehingga manusia memiliki tujuan dalam bertingkah laku. Begitu juga filsafat
yang lahir dari pemikir-pemikir Islam yang lebih menekankan pandangannya
mengenai dunia dengan berlandaskan pada nilai-nilai dan norma-norma yang harus
ditaati oleh manusia. Filsafat Islam adalah berfikir secara sistematis, radikal
dan universal tentang hekekat segala sesuatu berdasarkan ajaran Islam.
Singkatnya filsafat Islam itu adalah Filsafat yang berorientasi kepada Al
Qur’an, mencari jawaban mengenai masalah-masalah asasi berdasarkan wahyu Allah.
Pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid naik tahta tahun 786 M,
buku-buku pengetahuan Yunani banyak diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Orang-orang dikirim ke Romawi di Eropa untuk membeli manuskrip. Pada mulanya
penerjemah diutamakan dalam bidang ilmu kedokteran, tetapi kemudian ilmu
pengetahuan lain dan filsafat pun diterjemahkan ke dalam bahasa Siriac, bahasa
ilmu pengetahuan Mesopotamia waktu itu, kemudian baru dalam bahasa Arab. Tapi
akhirnya diadakan penerjemahan langsung dalam bahasa Arab. Melalui kegiatan
penerjemahan inilah sebagian besar karya Aristoteles, beberapa karangan Plato
serta karangan-karangan mengenai neo-platoisme, Galen dan karangan di bidang
kedokteran serta ilmu pengetahuan Yunani lainnya dapat dibaca oleh alim ulama
Islam. Karangan di bidang filsafat banyak menarik perhatian Mu’tazilah sehingga
mereka banyak dipengaruhi oleh pemujaan daya akal yang terdapat dalam filsafat
Yunani. (Juhaya, 2008:194-195). Kemajuan Islam era pertengahan tidak saja mewarisi
pengetahuan Yunani-Romawi, akan tetapi telah memodifikasi dan menyempurnakan
pengetahuan sebelumnya. Hal ini dibuktikan dengan hasil usaha kreatif
cendikiawan muslim seperti al-Kindi, Ibn Sina, al-Farabi, al-Razi dan
setelahnya, selain mengadopsi kekayaan pengetahuan mereka, juga melahirkan
teori dan pengetahuan orisinil yang sama sekali baru. Peradaban Yunani, Persia
dan Romawi jelas menyumbangkan peradaban yang sangat berharga bagi Islam.
Peradaban Zoroastrian (Sassanian) telah mencapai puncak renaisan kebudayaannya
pada abad ke enam, sebelum Islam datang di tanah Arab. Hal ini yang kemudian
menjadi pembawa obor bagi peradaban Barat, bersama-sama membawa sebuah
sinkronisme kreatif baru pemikiran ilmiah dan filosofis Yunani, Hebrew, India
(Hindu), Syirian, dan Zoroaster.
Mengenai kebangkitan bangsa Arab tersebut dengan agama Islamnya,
Huston Smith (2004:254-255) mengutip juga dari Philip Hitti yang menyatakan
sekitar nama orang Arab bersinarlah lingkaran cahaya dari kegemilangan yang
dimiliki oleh para penakluk dunia. Dalam waktu satu abad setelah bangsa ini
muncul, mereka telah menjadi tuan dari suatu daerah kekuasaan yang terbentang
dari pantai Samudra Atlantik sampai ke perbatasan Cina, yang merupakan suatu
daerah kekuasaan yang lebih besar dari kekaisaran Romawi pada zaman puncak
kejayaannya. Dalam masa perluasan wilayah yang luar biasa ini mereka “merangkul
berbagai unsure asing ke dalam kepercayaan, bahasa dan bahkan bentuk fisik
mereka, lebih daripada yang pernah atau sesudahnya, tidak terkecuali orang
Yunani, Romawi, Anglo-Sakson, atau Rusia”. Tentu saja periode yang dimaksud
dalam kutipan tersebut adalah saat pemerintahan Harun al-Rasyid.
Filsafat Islam memiliki karakteristik
sekaligus sebagai keunikan tersendiri. Setidaknya, terdapat tiga karakteristik
yang dapat kita diketemukan dalam khazanah ini, yaitu peripatetisme (Masysya’iyyah),
iluminasi (Israqiyyah) dan teosofi transenden (al-hikmah
al-muta’aliyah). Ketiga karakteristik tersebut sudah sering dikaji oleh
para sarjana muslim.
Filsafat peripatetisme adalah paham
kelanjutan dari pengaruh ide-ide Aristotelian yang bersifat
diskursif-demontrasional. Corak dari Aristotelian yaitu hylomorfisme,
suatu paham yang cenderung bersifat material. Peripatetisme dimulai sejak
al-Kindi, yang melewati antara lain, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Thufail dan Ibn
Bajjah hingga Ibn Rusyd. Mungkin, hanya Ibn Rusyd saja yang agak berani
membersihkan Aristotelianisme dari Neo-Platonisme.Filsafat iluminasi (Israqiyyah)
berbicara mengenai suatu kilatan-mendadak dalam bentuk pemahaman atau ilham
sebagai suatu arus cahaya. Asal mulanya, teori ini berakar dari pola-pola
Platonik, yang selama periode Hellenistik dan Romawi aliran ini diserap dan
tergabungkan dalam pikiran Kristiani dan Yahudi. Tokoh yang ternama dalam
corak filsafat iluminasi yaitu Surawardi. Sebagai pencetus paham iluminasi, dia
telah membuka jalan suatu dialog dengan wacana-wacana dan upaya-upaya religius
atau mistis dalam dunia ilmiah. Dia juga termasuk filosof yang meyakini
adanya perennial wisdom. Sebuah jalan kebenaran yang dijadikan
ukuran adalah pengalaman “intuitif” yang kemudian mengelaborasi dan
memverifikasinya secara logis-rasional. Sementara filsafat
hikmah di perkenalkan oleh Mulla Shadra. Dia membangun aliran baru
filsafat dengan semangat untuk mempertemukan berbagai aliran pemikiran yang
berkembang di kalangan kaum muslim. Yakni tradisi Aristotelian cum Neo
platonis yang diwakili figur-figur al-Farabi dan Ibn Sina, filsafat Israqiyyah, pemikiran
Irfani Ibn ‘Arabi, serta tradisi kalam (teologi dialektis). Filsafat
hikmah cenderung berbicara masalah esensi (wujud), sehingga sering
disebut-sebut sebagai eksistensialisme Islam. Aliran ini mempercayai bahwa
pengetahuan diperoleh tidak melalui penalaran rasional, tetapi hanya melalui
sejenis intuisi, yakni penyaksian bathin (syuhud, inner witnessing),
cita rasa (dzauq, tasting), pencerahan (hudhur, presence) (Haidar
Bagir dalam Mujtahid, 2011:uin-malang.ac.id). Begitulah perkembangan filsafat
Islam yang telah mendapat pengaruh dari beberapa filosof Romawi dan Yunani yang
kemudian diserap menjadi beberapa pandangan baru dari kacamata Islam. Hanya
saja sedikit pengaruh-pengaruh baik dari Aristoteles, Plato maupun Sokrates
terakulturasi dalam filsafat ini.
Dalam pembahasan ini akan diulas mengenai
pemikiran dua tokoh filosofi Islam yakni Al-Kindi dan Al-Ghazali sebagai contoh
gambaran konkrit dari filsafat Islam.
Al-Kindi (196-873 M)
Nama lengkap filsuf ini adalah Ya’kub bin Ishaq bin al-Kindi
yang lahir di Kufah dan bertempat tinggal di Kindah, Yaman. Orangtuanya adalah
Gubernur Basrah. Menurut keterangan Ibnu al-Nadim buku-buku yang ditulisnya itu
berkisar 241 buah dalam bidang filsafat, logika, ilmu hitung, astronomi,
kedokteran, ilmu jiwa, politik, optik, musik, matematika, dan sebagainya.
Dalam The Legacy of Islam dapat kita jumpai informasi yang
menjelaskan bahwa buku Al-Kindi tentang optika diterjemahkan ke dalam bahasa
latin dan banyak mempengaruhi Roger Bacon.
Pengetahuan menurut al-Kindi terbagi menjadi dua, yakni Pertama pengetahuan Illahi atau ilm
ila’hiy (devine science) seperti yang tercantum dalam al-Qur’an, yaitu
pengetahuan langsung yang diperoleh Nabi dari Tuhan. Dasar pengetahuan itu
adalah keyakinan. Kedua, pengetahuan manusiawi atau ilm
insaniyy (human science) atau filsafat yang didasarkan atas pemikiran
(ration reason). Filsafat baginya adalah pengetahuan tentang yang benar
atau baths an al-haqq (knowledge of the truth). Dari
sinilah kita bisa melihat persamaan antara filsafat dan agama. Tujuan agama dan
tujuan filsafat adalah sama, yaitu menerangkan apa yang benar dan apa yang
baik. Agama, disamping wahyu, juga menggunakan akal. Adapun kebenaran pertama,
menurut al-Kindi, ialah Tuhan (Allah). Dialah al-haqq al-awwal,the
first Truth. Dengan demikian filsafat membahas soal Tuhan, agama pun yang
menjadi dasarnya Tuhan. Oleh karena itu, bagi al-Kindi, filsafat yang paling
tinggi adalah filsafat tentang Tuhan.
Al-Kindi memandang jiwa sebagai intisari dari manusia. Para
filsuf Islam banyak memperbincangkan hal ini, karena Al-Qur’an atau Hadist Nabi
tidak menjelaskan hakikat jiwa atau ruh. Jiwa menurut al-Kindi, seperti halnya
menurut al-Ghazali dan Ibn Taimiyyah, mempunyai tiga macam daya, yaitu daya
bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir/berakal. Namun demikian, pendapat
al-Kindi berbeda dengan keduanya ketika ia mengatakan ada tiga macam akal,
yaitu: (a) Akal yang bersifat potensial, (b) Akal yang telah keluar dari sifat
potensial menjadi actual, dan (c) Akal yang telah mencapai tingkat kedua dari
aktualitas (Juhaya, 2008: 1986-201).
Al-Ghazali (1059-1111 M)
Abu Hamid Muhammad al-Ghazali lahir di tahun 1059 M, di
Ghazaleh, suatu kota kecil yang terletak di dekat Tus, Khurasan, kawasan Iran
dewasa ini. Al-Ghazali dalam sejarah filsafat Islam dikenal pada mulanya
sebagai syak (skeptis) terhadap gejala-gejalanya. Perasaan syak ini
kelihatannya timbul dalam dirinya dari pelajaran ilmu kalam atau teologi yang
diperoleh dari al-Juwaini. Pada mulanya pengetahuan seperti dalam ilmu pasti
itu dijumpai al-Ghazali dalam hal-hal yang ditangkap dengan panca indera,
tetapi baginya kemudian ternyata bahwa panca indera juga berdusta. Sebagai
upama, ia sebut bayangan (rumah) kelihatannya tak bergerak, tetapi akhirnya
ternyata berpindah tempat. Bintang-bintang di langit kelihatannya kecil, tetapi
perhitungan enyatakan bahwa bintang-bintang iu lebih besar dari bumi. Karena
al-Ghazali tidak percaya pada apanca indera lagi,ia kemudian meletakkan
kepercayaannya pada akal. Tetapi akal juga ternyata tak dapat dipercayai.
“Sewaktu bermimpi”, demikian kata al-Ghazali,”orang melihat hal-hal yang
kebenarannya diyakni betul-betul, tetapi setelah bangun, ia sadar bahwa apa
yang ia lihat benar itu sebetulnya tidaklah benar.” Tidaklah mungkin apa yang
sekarang dirasa benar menurut pendapat akal, nanti kalau kesadaran yang lebih
dalam timbul akan ternyata tidak benar pula, sebagaimana halnya dengan orang
yang telah bangun dan sadar dari tidurnya.
Al-Ghazali mempelajari filsafat, kelihatannya untuk menyelidiki
apakaha pendapat-pendapat yang diajukan filsuf-filsuf itulah yang merupakan
kebenaran. Baginya ternyata bahwa argument-argumen yang mereka ajukan tidak
kuat dan menurut keyakinannnya ada yang ada yang bertentangan dengan
ajaran-ajaran Islam.
Tasawuflah yang dapat menghilangan rasa syak (keragu-raguan)
yang lama mengganggu dirinya. Dalam tasawuflah ia memperoleh keyakinan yang
dicari-crinya. Pengetahuan mistiklah, cahaya yang diturunkan Tuhan ke dalam
dirinya, itulah yang membuat al-Ghazali memperoleh keyakinannya kembali
(Juhaya, 2008:202-204) Dengan demikian satu-satunya pengetahuan yang
menimbulkan keyakianan akan kebenarannya bagi al-Ghazali adalah pengetahuan
yang diperoleh secara langsung dari Tuhan dengan tasawuf.
Masuknya islam ke indonesia
Pembahsan mengenai masuknya
islam ke indonesia demi memperoleh gambaran tentang dai-dai pertama mutlak
diperlukan sebagai pengantar pembicaraan mengenai kedatangan tasawuf di indonesia.
Melihat kenyataan bahwa islam datang ke indonesia dengan cara damai tampa
kampanye militer atau dukungan pemerintah, agaknya penentuan awal kedatangan
islam dianggap kurang begitu signifikan lantaran orang-orang yang terlibat
dalam keggiatan dakwah pertama tersebut tidak bertendensi apapun, selain rasa
tanggung jawab menunaikan kewajiban, sehingga nama-nama mereka berlalu begitu
saja tertelan sejarah.
Meski berbagai pandangan yang
dikemukakan berbeda, penentuan awal datangnya islam dapat dikategorikan ke
dalam dua perspektif. Pertama, pandangan yang mengasumsikan awal datangnya
islam ke idonesia itu pada abad ke 17 H/ 13 M. Kedua, pandangan yang mengnut
abad pertama hijriah.
Beberapa tesis yang berpijak
pada pandangan pertama
·
Tesis yang bertolak dari laporan marcopolo yang
berkunjung ke wilayah ini pada abad ke 13 M sebagai utusan imperium cina dan
menegaskan danya kesultanan islam samudra pasai
·
Islam masuk ke wilayah ini setelah jatuhnya
bagdhad 656 H/ 1258 M ketika banyak ulama berhijrah ke timur sebagai pelarian
dari ancaman pembantaian mongol. Penduduk wilayah pantai utara mengenal islam
berkat mereka.
·
Masyarakat islam sudan ada di wilayah ini setelah
kedatangan tasawuf pada abad ke 7 H. Tesis ini diperkuat oleh orientasi johns
yang berargumentasi bahwa keberadaan tulisan dah karya sufi dapat mempesatukan
umat islam setelah jatuhnya bagdad untuk bangkit melaksanakan dakwah dan
membawa petunjuk islam.
Sementara perspektif kedua yang
mengasumsikan datangnya islam ke nusantara pada abad pertama hijriah,
didasarkan pada argumen-argumen yang lebih kuat yaitu.
·
Catatan-catatan resmi dan jurnal cina pada
periode dini dinasti tang secara eksplisit menegaskan bahwa islam sudah masuk
wilayah timur jauh, yakni cina dan sekitarnya pada abad pertama melalui lalu
lintas laut dari bagian baat islam. Cina yang dimaksud adalah gugusan wilayah
timur jauh yang diantaranya adalah indonesia.
·
Laporan cina yang menegaskan keputusan bangsa
arab mengirim utusan kepada kerajaan jawa indonesia. Dalam laporan ini terdapat
isyarat kerajaan ho long yang berdiri di sala satu pulau di laut cina selatan
yang terkenal dengan kemajuan dan kesejahteraan rakyat serta keadilan pemerintahannya.
·
Peninggalan sejarah islam di indonesia. Penemuan
makam lama orang-orang islam terdahulu di indonesia menunjukan pula datangnya
islam ke indonesia sejak dini.
Masuknya tasawuf di indonesia
Terdapat kesepakatan di
kalangan sejarahwan dan peneliti, orientais, dan cendikiawan indonesia, bahwa
tasawuf adalah faktor terpenting bagi tersebarnya islam secara luas. Betapapun
begitu, beberapa pandangan berkaitan dengan pernyataan ini perlu didiskusikan
lebih lanjut, dikritisi dan dijernihkan sehingga kita sampai pada suatu
pandangan yang valid. Berikut beberapa pandangan yang dimaksud:
·
Hasil-hasil muktamar tasawuf yang diadakan di
pekalongan 1960 dan yang dihadiri sejumlah ulama dan pejabat menegaskan bahwa
tarekat maduk ke indonesia untuk pertama kali pada abad ke 1 H/ 7 M.
·
Orientalis snouck hurgronje menyatakan bahwa
meski tasawuf berperan nyata dalam proses islamisasi di indonesia,
ajaran-ajarannya tidak lebih dari sekedar bid’ah dan dongeng-dongeng yang
hakikatnya tidak ada hubungannya dengan syariat.
·
Menurut penelitian-penelitian yang dilakukan
terhadap hamzah fansuri dan syams al-din al-sumatrani serta pemikir-pemikir
indonesia pada abad ke 17 M, pemikiran-pemikiran mereka dinilai sebagai
penjabaran metodologi kaum sufi dalam islamisasi indonesia, yakni metodologi
yang berorientasi sinkretik yang menggabungkan ajaran-ajaran islam dengan
kepercayaan-kepercayaan yang sudah ada sebelum datangnya islam, atau menawarkan
ajaran-ajaran islam dengan cara yang dapat memberikan kesan bagi orang-orang
indonesia bahwa islam tidak berbeda dengan hindu-budha sehingga islam dengan
mudah dicerna mereka.
Para tokoh sufi di indonesia
Pra tokoh sufi di indonesia
terbagi kedalam dua kubu yaitu kubu tokoh sufi sunni dan sufi filosofi di
indonesia.
Tokoh sufi sunni di indonesia
antara lain:
Syaikh nur al-din al-raniri
Adalah sala seorang murid
sayyid abd al-qadir al-idrus, keturnan arab, bermahzab syafi’i dan dilahirkan
di ranir, india. Dia menetap di aceh, sumatra, selama tujuh tahun sebagai
mufti. Tatkala sultan iskandar II naik tahta, syaikh nur al-din al-raniri yang
telah menjalin hubungan baik dengan sang sultan diangkat menjadi mufti.
Kesempatan ini tidak disia-siakan dan dia segera melancrkan kampanye
pemberantasan terhadap apa yang disebut tasawuf “wujudi”, “ateis”. Selain itu
juga dia sering mendebat para pengikut fansuri dan al-sumatrani.
Adapun pemikirannya sebagai
berikut
Pemikiran nya cenderung yang
sangat menentang aliran panteisme pada umumnya, yang menurutnya sesah bahkan
ateis, khususnya lagi, pendapat-pendapat fansuri. Adapun pemikirannya terhadap
tuhan dan mahluknya. Dia memandang tidak perlu membuktikan wujud allah swt.,
mengingat wujud allah merupakan kepastian final menurut persepsi akal budi
maupun ketetapan wahyu. Dalam zat dan sifat tuhan ia berpandangan bahwasannya
sifat dilihat melalui dua perspektif. Jika dilihat dari segi wujudnya, sifat
adalah zatnya; tetapi jika dilihat dari hakikat makna, keduanya berbeda. Jadi
sifat adalah zatnya juga, namun pada saat yang sama terdapat sisi perbedaan
Syaikh abd’ al-shamad
al-palimbani
Dia adalah figur yang
mencerminkan kesinambungan pengaruh tasawuf sunni dalam melanjutkan
pemikiran-pemikiran al-raniri. Hampir masa hidupnya ia habiskan di madinah, di
masa tuanya ia kembali ke nusantara untuk mengajarkan pemikiranya di masa tua
nya. Adapun pemikiran-pemikiran nya ia berpandangan bahwa ma’rifatullah secara
langsung di dunia adalah mengkin sekalipun memandang benar-benar kepadanya
hanya dapat terjadi di akhirat. Ma’rifah tercapai dalam bentuk cahaya yang
dituangkan allah swt. Kedala hati hamba. Dan menurutnya ma’rifan adalah surga
di dunia. Menjalani ma’rifah membuat seseorang lupa akan surga di akhirat.
Tasawuf falsafi di indonesia
Perkembangan tasawuf falsafi
ini tidak mencatat keberhasilan yang berkelanjutan karena para ulama terdahulu
dalam dakwah mereka berkibat kepada tasawuf sunni. Prinsip-prinsip wali songo
dan murid-murid mereka di seluruh negri, telah mereduksi laju pengembangan
tasawuf falsafi di indonesia meskipun pokok pemikirannya hidup di kalangan
masyarakat umu. Kita tidak dapat menutup mata akan adanya aliran yang di jawa
dipelpori oleh seorang tokoh legendaris, siti jenar. Jika benar informasi
tentang ajaran-ajarannya yang sampai pada kita, tercium adanya penyimpangan yng
bertujuan melepaskan kewajiban dan ketentuan syariat. Masa itu dianggap sebagai
tahap pertama perkembangan tasawuf falsafi di indonesia yang kita namakan tahap
pengenalan
Kita akan melihat sejauh mana
kebangkitan tasawuf falsafi ini. Oleh sebaian kalangan ajaran ini dianggap
menyimpang, yang mana ajaran ini sekarang kita sebut dengan kejawen atau
kebatinan.
Keadaan ini berlanjut sampai
munculnya syaikh hamzah fansuri di arena spiritual di indonesia. Ditangannya
lah tasawuf yang yang dulu redup menjadi terang benderang. Hamzah fansuri
adalah orang pertama yang memunculkan tasawuf falsafi di indonesia, yang bersih
dan murni dari penyimpangan, bahkan seakan sempurna dalam rujukannya terhadap
sumber-sumber arab yang islami. Sementara tasawuf falsafi sendiri pada masa
sebelum itu hanya sebatas aktivitas individual yang belum terorganisir, yang
menurut sala satu dugaan terambil dari ajaran-ajaran kebatinan tasawuf syi’ah.
Masa hamzah fansuri dianggap tahap kedua dalam sejarah tasawuf falsafi di
indonesia.
Keadaan ini tidak berlangsung
lama karena kemunculan syaikh al-raniri dan para pengikutnya dan ahli fiqih.
Mereka membakar buku-buku fansuri dan membunuh sebaian pengikutnya. Sementara
yang lain berusaha menghilangkan tasawuf falsafi yang telah diterima di
kalangan masyarakat.
Kemudian munculah gerakan
orientalisme di indonesia yang melihat islam sebagai ancaman eksistensinya.
Sehingga mereka mengadu domba islam sehingga terjadi percekcokan dan perpecahan
di dalam islam, mereka juga melakukan keristenisasi, dan mendorong penyimpangan
di dalam islam yang dilakukan oleh para pengikut kejawen dari segi yang lain
sehingga menimbulkan keraguan di dalam tubuh isla.
Periode ini merupakan
kebangkitan kedua ajaran tasawuf falsai yang menyimpang, dengan bertemunya tiga
unsur, yaitu akar ajaran siti jenar, akar kepercayaan lokal, dan kolonialisme
yang bertujuan menyebarkan keraguan dan mencerai beraikan umat islam. Dengan
berkembangnya ini sejarah mencatat adanya pertentangan pemikiran antara tasawuf
sunni dengan aliran tasawuf falsafi yang menyimpang pada beberapa abad lalu.
Tokoh tasawuf falsafi di
indonesia
Hamzah fansuri
Ia lahir di suatu desa yang
bernama nawi di siam, yaitu yhailand sekarang, ia hidup pada masa sultan
ala’uddin ri’ayat syah dan pada awal pemerintahan sultan iskandar muda di
kerajaan aceh antara tahun 1550-1605 M. Dalam catatan sejarah dan referensi tidak
banyak informasi peninggalan tentang hamzah fansuri, sehingga tidak banyak yang
dapat kita ketahui tentang kehidupannya dan sejarahnya.
Adapun pemikiran hamzah fansuri
dia berpandangan bahwasannya
Wujud, menurutnya yang disebut
wujud itu hanyalah satu, walaupun kelihatannya banyak. Wujud yang satu itu
berkulit dan berisi, atau ada yang mazhar (kenyataan lahir) da nada yang batin.
Ataupun benda-benda yang ada ini, sebenarnya adalah merupakan pernyataan saja
daripada wujud yang hakiki itulah yang disebut allah.
Allah. Menurut hamzah, allah
adalah dzat yang mutlak dan qadim, sebab pertama dan pencipta alam semesta.
Menurutnya “ketika langit dan bumi belum ada, surge dan neraka belum ada, alam
sekalian belum ada, apa yang ada pertama? Yang pertama adalah dzat, yang ada
pada dirinya sendiri, tiada sifat dan tiada nama, itulah yg pertama”.
Penciptaan. Menurutnya
sebenarnya hakikat dari dzat allah itu mutlak la ta’ayyun (tidak dapat
ditentukan/ didiskusikan). Dzat yang mutlak itu mencipta dengan cara menyatakan
dirinya dalam suatu proses penjelmaan, yaitu pengaliran keluar dari dirinya
(tanzzul) dan pengaliran kembali kepadanya (taraqqi)
Manusia. Walaupun manusia
sebagai tingkat terakhir dari penjelmaan, akan tetapi manusia adalah tingkat
paling yang paling penting, dan merupakan penjelmaan paling penuh dan sempurna,
ia adalah aliran/ pancaran langsung dari dzat yang mutlak. Hal ini menunjukan
adanya semacam kesatuan antara allah dan manusia.
Kelepasan. Manusia sebagai
mahluk penjelmaan yang sempurna dan berpotensi untuk menjadi insan kamil, namun
kaena gaflan / lalainya maka pandangannya kabur dan tiada sadar bahwa seluruh
alam semesta ini adalah palsu dan bayangan.
Relevansi kajian filsafat di
Indonesia
Kesesuaian kefilsafatan di
Indonesia sudah tergambar secara aksiologis didalam etika orang Indonesia dan
cita-cita serta tujuan Indonesia. Yang mana bila kita kaji melalui kacamata
filsafat, maka sangatlah jelas bekas atau warisan pemikiran filsafat terdahulu
sangatlah jelas. Maka dapat kita lihat dari pandangan Indonesia terhadap tuhan,
agama, manusia dan alamsemesta, setelah kemerdeaan Indonesia, terbentuklah
pancasila sebagai sebuah simpulan system filsafat di Indonesia.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM
FILSAFAT BANGSA INDONESIA
A. PENGERTIAN
FILSAFAT
Filsafat berasal dari bahasa
Yunani “philein” yang berarti cinta dan “shopia” yang berarti
kebijaksanaan. Jadi, filsafat menurut asal katanya berarti cinta akan
kebijaksanaan,atau mencintai kebenaran/pengetahuan. Dengan demikian,filsafat
secara sederhana dapat di artikan sebagai keinginan yang sungguh- sungguh untuk
mencari kebenaran yang sejati. Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan
menurut J. Gredt dalam bukunya “elementa philosophiae” , filsafat sebagai “ilmu
pengetahuan yang timbul dari prinsip – prinsip mencari sebab musebabnya yang
terdalam”.
a. Filsafat
pancasila
Menurut Ruslan Abdul Gani,bahwa
pancasila merupakan Negara yang lahir collective idiologi (cita–cita bersama ).
Dari seluruh bangsa Indonesia. Dikatakan sebagai filsafat,karena pancasila
merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the
founding father bangsa Indonesia, kemudian di tuangkan dalam suatu “ system “
yang tepat. Adapun menurut Notonagoro, filsafat pancasila member pengetahuan
dan pengertian ilmiah, yaitu tentang hakekat pancasila
b. Karakteristik System
Filsafat Pancasila
Sebagai, filsafat pancasila
memiliki karakteristik system filsafat tersendiri yang berbeda dengan filsafat
lainnya. Diantaranya:
1. Sila-sila pancasila
merupakan satu kesatuan system yang bulat dan utuh (sebagai satu totalitas).
Dengan pengertian lain, apabila tidak bulat dan tidak utuh atau satu sila
dengan sila yang lainnya terpisah-pisah,maka ia bukan pancasila.
1. Susunan pancasila dengan
suatu system yang bulat dan utuh :
O Sila 1,
meliputi,mendasari,menjiwa:sila 2,3,4 dan 5
O Sila 2,diliputi,didasari,dan
dijiwai sila 1,serta mendasari dan menjiwai sila 3,4,dan 5
O Sila 3,meliputi,mendasari,dan
menjiwai sila 1,2 serta mendasari jiwa ;sila 4 dan 5
O Sila 4, meliputi,didasari,dan
di jiwai sila 1,2,dan 3,serta mendasari dan menjiwai sila 5
O Sila 5,meliputi didasari,dan
dijiwai sila 1,2,3 dan 4
O Pancasila sebagai suatu
substansi. Artinya unsur asli/permanen/primer pancasila sebagai suatu yang ada
mandiri,yaitu unsure-unsurnya berasal dari dirinya sendiri
1. Prinsip – prinsip
filsafat pancasila
Pancasila ditinjau dari Kausal
Aristoteles dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kausal Materialis,maksudnya
sebab yang berhubungan dengan materi/bahan
2. Kausal Formalis, maksudnya
sebab yang berhubungan dengan bentuknya sebab yang berhubungan dengan
bentuknya, pancasila yang ada pada pembukaan UUD 45 memenuhi bsyarat formal
(kebenaran formal;
3. Kausal Efisiens, maksudnya
kegiatan BPUPKI dan PPKI idalam menyusun dan merumuskan pancasila menjadi dasar
Negara Indonesia merdeka; serta
4. Kausa finalis, maksudnya
berhubngan dengan tujuannya ,yaitu tujuan diusu’kannya pancasila sebagai
dasar Negara Indonesia merdeka.
Inti atau esensi sila- sila
pancasila meliputi:
1.
Tuhan,yaitu sebagai kausa prima;
2. Manusia,
yaitu mahluk individu dan mahluk sosial;
3. Satu,
yaitu kesatuan memiliki milik kepribadian sendiri;
4. Rakyat,yaitu unsur mutlak
Negara,harus bekerja sama dengan bergotongroyong,;serta
5. Adil,yaitu memberikan
keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi haknya.
B. FUNGSI DAN
TUJUAN FILSAFAT PANCASILA
1. Cita-cita
Nasional
Cita-cita nasional bangsa
Indonesia sebagaimana telah dirumuskan oleh para bapak pendiri Negara kita
yaitu : “Mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Para
pendiri Negara kita telah sepakat bahwa landasan,pangkal tolak ukur atau
platform untuk mencapai cita-cita tersebut, ialah Pancasila. Oleh karena itu,
seluruh warga Negara baik yang duduk di pemerintahan Negara, yang duduk di
organisasi politik atau organisasi sosial maupun warga Negara pada umumnya,
berangkat dari pangkal tolak perjuangan yang sama, yaitu Pancasila. Sehingga
bangsa Indonesia memiliki wawasan yang sama dalam mewujudkan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Wawasan itu adalah wawasan nasional.
1. Tujuan Nasional
Tujuan nasional Indonesia yang
ada pada pembukaan undang-undang dasar 1945 adalah mencakup tiga hal, yaitu :
1. Melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Ikut melaksanakan ketertiban
dunia.
Dari ketiga point di atas maka
dapat kita simpulkan bahwa negara Indonesia melindungi negara tanah air dan
seluruh warga negara indonesia baik yang berada di dalam maupun di luar negeri.
Selain itu negara kita menginginkan situasi dan kondisi rakyat yang bahagia,
makmur, adil, sentosa, dan lain sebagainya. Di samping itu negara indonesia
turut berperan aktif dalam menjaga perdamaian dunia untuk kepentingan bersama
serta tunduk pada perserikatan bangsa-bangsa atau disingkat PBB.
3. Visi, Misi,
Kompetensi Pendidikan Pancasila
1. Visi Pendidikian Pancasila
Sumber nilai dan pedoman
penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan
kepribadiannya selaku warga negara yang berperan aktif menegakan demokrasi
menuju masyarakat madani.
2. Misi Pendidikan Pancasila
Membantu mahasiswa selaku warga
negara agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa indonesia
serta kesadaran berbangsa bernegara dalam menerapkan ilmunya secara bertanggung
jawab terhadap kemanusiaan.
3. Kompetensi Pendidikan
Pancasila
4. Menguasai kemampuan
berfikir, bersikap rasional, dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia
intelektual, serta mengantarkan mahasiswa selaku warga negara ri yang memiliki:
a. Wawasan kesadaran bernegara
untuk bela negara dengan perilaku cinta tanah air
b. Wawasan kebangsaan ,
kesadaran berbangsa demi ketahanan nasional
c. Pola pikir, sikap yang
komprehensip integral pada seluruh aspek kehidupan nasional
4. Fungsi dan Tujuan
Pancasila :
a. Pancasila
sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai Dasar Negara
atau sering juga disebut sebagai Dasar Falsafah Negara ataupun sebagai ideologi
Negara, hal ini mengandung pengertian bahwa Pancasila sebagai dasar mengatur
penyelenggaraan pemerintahan.
Pancasila sebagai dasar Negara
ditegaskan lagi dengan adanya Ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 tentang
pencabutan P4 dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara.
Pada Ketetapan ini dinyatakan bahwa Pancasila sebagaimana dimaksud dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar Negara dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten.
Dalam penjelasan Ketetapan inipun dinyatakan bahwa kedudukan Pancasila sebagia
Dasar Negara di dalamnya mengandung makna sebagai Ideologi Nasional, Cita-cita
dan Tujuan Negara.
Kedudukan Pancasila sebagai
Dasar Negara mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai kaidah Negara yang
fundamental atau mendasar, sehingga sifatnya tetap, kuat dan tidak dapat
dirubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR/DPR hasil pemilihan umum.
Mengubah Pancasila berarti
membubarkan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang di proklamirkan tanggal 17
Agustus 1945.
Pancasila sebagai dasar Negara
mempunyai makna yaitu:
•
Sebagai dasar untuk menata Negara yang merdeka dan berdaulat;
•
Sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan aparatur Negara yang bersih dan
berwibawa, sehingga tercapai tujuan nasional; yang tercntum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke 4; dan
•
Sebagai dasar, arah dan petunjuk aktifitas perikehidupan bangsa Indonesia dalam
kehidupan sehari-hari.
b. Pancasila
sebagai Sumber Hukum Dasar Nasional
Istilah ini merupakan istilah
baru dalam tata hukum Indonesia, yaitu muncul pasca reformasi melalaui Tap MPR
No. III/2000, yang kemudian diubah dengan UU No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dinyatakan bahwa :
•
Sumber hukum terdiri atas sumber hokum tertulis dan tidak tertulis.
•
Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, serta Batang Tubuh Undang-Undang Dasar
1945.
Dalam ilmu hukum istilah sumber
hukum berarti sumber nilai-nilai yang menjadi penyebab timbulnya aturan hukum.
Jadi dapat diartikan Pancasila sebagai Sumber hukum dasar nasional, yaitu
segala aturan hukum yang berlaku di negara kita tidak boleh bertentangan dan
harus bersumber pada Pancasila.
c. Pancasila
sebagai Pandangan hidup Bangsa Indonesia
Pancasila sebagai Pandangan
Hidup bangsa atau Way of Life mengandung makna bahwa semua aktifitas kehidupan
bangsa Indonesia sehari-hari harus sesuai dengan sila-sila daipada Pancasila,
karena Pancasila juga merupakan kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki dan
bersumber dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai yang dimiliki
dan bersumber dari kehidupan bangsa Indonesia sendiri. Nilai-nilai tersebut
yaitu :
• Nilai dan
jiwa Ketuhanan – keagamaan
• Nilai dan
jiwa kemanusiaan
• Nilai dan
jiwa persatuan
• Nilai dan
jiwa kerakyatan – demokrasi
• Nilai dan
jiwa keadilan sosial
d. Pancasila
sebagai Jiwa dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Walaupun nama atau kata
Pancasila diperkenalkan kembali tanggal 1 Juni 1945 oleh Bung Karno, namun pada
dasarnya jiwa Pancasila telah ada sejak berabad-abad lamanya dalam kehidupan
Bangsa Indonesia dan bahkan menurut AG. Pringgodigdo bahwa Pancasila sebagai
jiwa bangsa lahir bersamaan adanya Bangsa Indonesia. Jadi Pancasila lahir dari jiwa
kepribadian bangsa Indonesia yang terkristalisasi nilai-nilai yang dimilikinya.
e. Pancasila
sebagai Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia
Pada saat bangsa Indonesia
bangkit untuk hidup sendiri sebagai bangsa yang merdeka, bangsa Indonesia telah
sepakat untuk menjadikan Pancasila sebagai Dasar Negara. Kesepakatan itu
terwujud pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan disahkannya Pancasila sebagai
Dasar Negara oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang mewakili
seluruh bangsa Indonesia.
f. Pancasila
sebagai Ideologi Negara
Diatas telah dijelaskan bahwa
ideologi dalam arti sehari-hari adalah cita-cita yang merupakan dasar,
pandangan, atau paham. Jadi Pancasila sebagai Ideologi Negara merupakan tujuan
bersama Bangsa Indonesia yang diimplementasikan dalam Pembangunan Nasional
yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual
berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan RI yang merdeka, berdaulat,
bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman,
tentram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang
merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
g. Pancasila
sebagai Pemersatu Bangsa
Bangsa Indonesia yang pluralis
dan wilayah Nusantara yang terdiri dari berbagai pulau-pulau, maka sangat tepat
apabila Pancasila dijadikan Pemersatu Bangsa, hal ini dikarenakan Pancasila
mempunyai nilai-nilai umum dan universal sehingga memungkinkan dapat
mengakomodir semua perikehidupan yang berbhineka dan dapat diterima oleh semua
pihak.
Kesimpulan
Filsafat di Indonesia sangatlah
erat kaitannya dengan kedatangan islam di Indonesia serta penyebarannya. Namun
pemikiran terhadap tuhan, manusia, dan alam semesta di Indonesia lebih erat ke
dalam wilayah tasawuf, karna terbukti banyaknya peninggalan para sufi di
Indonesia dalam menyebarkan islam dan pemikirannya terhadap agama.
Banyak pemikiran tokoh sufi
mengenai allah, manusia, dan alam semesta. Baik itu menurut para tokoh sufi
sunni, ataupun menurut tokoh sufi falsafi. Mereka memberikan kontribusi bagi
masyarakat Indonesia terhadap pemahaman agama, tuhan, manusia, dan alam
semesta.
Bahkan warisan pemikiran mereka
tergambar dalam dasar Negara Indonesia yakni pancasila yang mendaji dasaf
filosofi Indonesia. Yang mencakup nilai ontologis, epistimologis, dan
aksiologis.
Komentar
Posting Komentar