SEBAGAI
SIMBOL KEARIFAN LOKAL :
NYI
RORO KIDUL VERSI BANTEN KIDUL
Indonesia
merupakan Negara yang paling kaya dalam segi budaya, Indonesia mempunyai banyak
suku, etnis, ras dan bermacam – macam agama tetapi tetap satu jua dalam Bhineka
Tunggal Ika. Provinsi Banten memiliki segudang kearifan
lokal, baik wisata alam pegunungan, pantai maupun wisata tempat - tempat bersejarah.
Di antaranya yang berkaitan dengan peninggalan Kesultanan Banten, seperti Benteng
Spelwijk, Mesjid Agung, Banten Lama, Keraton Surosowan, Keraton Kaibon, maupun Vihara
Avalokitesvara. Tak kalah menariknya adalah
mitos – mitos yang berada di Banten salah satunya adalah mitos Si Ratu Pantai
Selatan “Nyi Roro Kidul”.
Masyarakat sunda mengenal legenda mengenai
penguasa spiritual kawasan Laut Selatan Jawa Barat yang berwujud perempuan
cantik yang disebut Nyi Roro Kidul. Legenda yang berasal dari kerajaan sunda
pajajaran berumur lebih tua daripada legenda kerajaan Mataram Islam dariabad ke
– 16. Meskipun demikian, penelitian antropologi dan kultur masyarakat Jawa dan
Sunda mengarahkan bahwa legenda Ratu Laut Selatan Jawa kemungkinan berasal dai
kepercayaan animistic prasejarah yang jauh lebih tua lagi,dewi pra-Hindu-Buddha
dari samudra selatan. Ombak Samudra Hindia yang ganas di pantai selatan Jawa,
badai serta terkadang tsunaminya, kemungkinan telah membangkitkan rasa hormat
serta takut terhadap kekuatan alam, yang kemudian dianggap sebagai alam
spiritual para dewata serta lelembut yang menghuni lautan selatan yang dipimpin
oleh ratu mereka, sesosok dewi yang kemudian diidentifikasikan sebagai Ratu
Kidul.
Nyi Roro Kidul adalah sesosok roh atau dewi legendaris Indonesia
yang sangat populer di kalangan masyarakat Pulau Jawa dan Bali. Tokoh ini
dikenal sebagai Ratu Laut Selatan ( Samudra Hindia ) dan secara umum disamakan
dengan Kanjeng Ratu Kidul, meskipun beberapa kalangan sebenarnya keduanya
berbeda.
- Gambaran Umum Nyi Roro Kidul
Nyai Roro Kidul dikenal dengan
berbagai nama yang mencerminkan berbagai kisah berbeda dari asal – usulnya,
legenda, mitologi, dan kisah turun – temurun. Ia lazim dipanggil dengan nama
Ratu Laut Selatan dan Gusti Kanjeng Ratu Kidul. Menurut adat istiadat Jawa, penggunaan
gelar seperti Nyai, Kanjeng, dan Gusti untuk meyebutnya sangat penting demi
kesopanan. Nyi Roro Kidul terkadang
digambarkan berwujud putri duyung dengan tubuh bagian bawah berwujud seekor
ular atau ikan, terkadang pula digambarkan sebagai wanita yang amat cantik. Ia
dipercaya mengambil jiwa siapapun yang ia inginkan. Terkadang ia disebut
memiliki wujud ular.
- Mitos versi Masyarakat Banten Kidul ( Legenda dan Kepercayaan )
Banten Kidul yang berbatasan
langsung dengan Samudra Indonesia, Masyarakat Banten Kidul mengenal sebuah
dongeng tentang Nyi Roro Kidul. Bagi masyarakat, cerita ini bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari eksistensi Kerajaan Sunda. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan kalau kisah tentang penguasa laut selatan ini berbeda dengan cerita yang dikenal oleh masyarakat pantai selatan
di luar Banten Kidul, seperti di daerah Yogyakarta. Cerita ini begitu
legendaris dan sangat kuat terpatri di hati masyarakat Lebak Selatan yang
memang bersinggungan langsung dengan laut selatan.
Diceritakan bahwa Nyai Roro Kidul merupakan putri Prabu
Siliwangi dari Kerajaan Pakuan Pajajaran. Ibunya merupakan permaisuri kinasih
dari Prabu Siliwangi. Nyai Roro Kidul yang semula bernama Putri Kandita,
memiliki paras yang sangat cantik dan kecantikannya itu melebihi kecantikan
ibunya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan kalau Putri Kandita menjadi anak
kesayangan Prabu Siliwangi. Sikap Prabu Siliwangi yang begitu menyayangi Putri Kandita
telah menumbuhkan kecemburuan dari selir dan putra-putri raja lainnya.
Kecemburuan itu yang kemudian melahirkan persengkokolan di kalangan mereka
untuk menyingkirkan Putri Kandita dan ibunya dari sisi raja dan lingkungan
istana Pakuan Pajajaran. Rencana tersebut dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan
ilmu hitam sehingga Putri Kandita dan ibunya terserang suatu penyakit yang
tidak bisa disembuhkan. Di sekujur tubuhnya, yang semula sangat mulus dan
bersih, timbul luka borok bernanah dan mengeluarkan bau tidak sedap (anyir).
Akibat penyakitnya itu, Prabu Siliwangi mengucilkan
mereka meskipun masih tetap berada di lingkungan istana. Akan tetapi, atas
desakan selir dan putra-putrinya, Prabu Siliwangi akhirnya mengusir mereka dari
istana Pakuan Pajajaran. Mereka berdua keluar dari istana dan berkelana ke arah
selatan dari wilayah kerajaan tanpa tujuan. Selama berkelana, Putri Kandita
kehilangan ibunya yang meninggal dunia di tengah-tengah perjalanan. Suatu hari,
sampailah Putri Kandita di tepi sebuah aliran sungai. Tanpa ragu, ia kemudian
meminum air sungai sepuas-puasnya dan rasa hangat dirasakan oleh tubuhnya.
Tidak lama kemudian, ia merendamkan dirinya ke dalam air sungai itu.
Kemudian ia melanjutkan pengembaraannya dengan
mengikuti aliran sungai itu ke arah hulu. Setelah lama berjalan mengikuti
aliran sungai itu, ia menemukan beberapa mata air yang menyembur sangat deras
sehingga semburan mata air itu melebihi tinggi tubuhnya. Putri Kandita menetap
di dekat sumber air panas itu. Dalam kesendiriannya, ia kemudian melatih olah
kanuragan. Selama itu pula, Putri Kandita menyempatkan mandi dan berendam di
sungai itu. Tanpa disadarinya, secara berangsur-angsur penyakit yang
menghinggapi tubuhnya menjadi hilang. Setelah sembuh, Putri Kandita meneruskan
pengembaraan dengan mengikuti aliran sungai ke arah hilir dan ia sangat
terpesona ketika tiba di muara sungai dan melihat laut. Oleh karena itu, Putri
Kandita memutuskan untuk menetap di tepi laut wilayah selatan wilayah Pakuan
Pajajaran.
Selama menetap di sana, Putri Kandita dikenal luas
ke berbagai kerajaan yang ada di Pulau Jawa sebagai wanita cantik dan sakti.
Mendengar hal itu, banyak pangeran muda dari berbagai kerajaan ingin mempersunting
dirinya. Menghadapi para pelamar itu, Putri Kandita mengatakan bahwa ia
bersedia dipersunting oleh para pangeran itu asalkan harus sanggup mengalahkan
kesaktiannya termasuk bertempur di atas gelombang laut yang ada di selatan Pulau
Jawa. Sebaliknya, kalau tidak berhasil memenangkan adu kesaktian itu, mereka
harus menjadi pengiringnya. Dari sekian banyak pangeran yang beradu kesaktian dengan
Putri Kandita, tidak ada seorang pangeran pun yang mampu mengalahkan kesaktiannya
dan tidak ada juga yang mampu bertarung di atas gelombang laut selatan. Oleh
karena itu, seluruh pangeran yang datang ke laut selatan tidak ada yang menjadi
suaminya, melainkan semuanya menjadi pengiring Sang Putri. Kesaktiannya
mengalahkan para pangeran itu dan kemampuannya menguasai ombak laut selatan menyebabkan
ia mendapat gelar Kanjeng Ratu Nyai Roro Kidul yang artinya Ratu Penguasa di
Selatan.
Cerita
ini memang tidak bersangkutan dengan Kesultanan Banten yang berdiri
menggantikan Kerajaan Sunda di wilayah Banten Selatan. Akan tetapi, cerita ini
sangat penting dikemukakan sebagai salah satu wujud mentifact masyarakat Banten
Selatan tentang keberadaan Nyai Roro Kidul, Prabu Siliwangi, dan Kerajaan
Pakuan Pajajaran. Artinya, Kerajaan Laut Kidul yang dikenal dalam pikiran
masyarakat Banten selatan itu memiliki hubungan kekerabatan dengan Kerajaan
Pakuan Pajajaran, karena penguasanya merupakan anak dari Prabu Siliwangi, raja legendaries
Kerajaan Pakuan Pajajaran.
Menurut yang saya ketahui, Nyi Roro
Kidul mempunyai kamar di salah satu hotel Anyer yang sangat mistis dan
misterius. Yang tidak sembarang orang bisa masuk.
- Misteri Larangan berpakaian hijau, warna yang disukai Nyi Roro Kidul
Terdapat kepercayaan lokal bahwa
jika mengenakan pakaian berwarna hijau akan membuat pemakainya tertimpa
kesialan, karena hijau adalah warna kesukaannya. Warna hijau laut adalah warna
kesukaan Nyi Roro Kidul dan tidak boleh ada yang memakai warna tersebut di
sepanjang pantai selatan Jawa. Peringatan selalu diberikan kepada orang yang
berkunjung ke pantai selatan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna hijau.
Mitosnya mereka dapat menjadi sasaran Nyai Roro Kidul untuk dijadikan tentara
atau pelayanannya (budak). Secara logika, alasan tersebut muncul karena air
laut pada daerah pantai selatan warnanya cenderung kehijauan sehingga korban
tenggelam yang mengenakan pakaian hijau akan sulit ditemukan.
- Menghargai mitos sebagai Kearifan Lokal
Sebagian masyarakat jaman sekarang
mungkin tidak lagi mempercayai legenda ini. Mereka lebih menganggap legenda ini
sebagai kisah yang kebenarannya sangat diragukan. Bahkan bagi orang – orang
agamis akan enganggap hal tersebut sebagaicerita yang sama sekali tidak pantas
untuk dipercaya. Tapi coba tanyakan kepada mereka yang hidup di zaman atau
lingkungan Keraton. Mereka yakin dengan kebenaran eksistensi Nyai Roro Kidul.
Argo Twikromo dalam bukunya berjudul Ratu Kidul menyebutkan bahwa masyarakat adalah sebuah komunitas
tradisi yang mementingkan keharmonisan, keselarasan, dan keseimbangan hidup.
Karena hidup ini tidak terlepas dari lingkungan alam sekitar, maka memfungsikan
dan memaknai lingkungan alam sangat penting dilakukan. Terlepas dari benar atau
tidaknya mitos ini, akan sangat bijak jika kaum cendekiawan yang selalu
cenderung pada kekritisan berdasarkan rasio, juga turut menghargai atau
menghormati kepercayaan dan kearifan lokal.
Komentar
Posting Komentar